Senin, 08 Desember 2014

Air Mata Duyung (Dugong dugon)

Dugong dugon

Bener gak sih dugong atau duyung nangis?
Apa bener, kalau nangis air matanya berkhasiat?
Air mata duyung, siapa yang tak kenal air mata ini, banyak mitos yang bercerita mengenai air mata ini yang konon katanya bermanfaat untuk :
- Memikat hati siapapun yang dikehendaki agar jatuh cinta kepada Anda
- Membuat semua orang yang berinteraksi dengan Anda terpukau serta terpesona
- Mengembalikan perasaan cinta kasih
- Mendapatkan jodoh yang paling tepat dan sesuai keinginan
- Meningkatkan kewibawaan dan kepribadian
- Mendatangkan keberuntungan di segala bidang
- Serta berfungsi sebagai pelaris usaha atau dagangan
Suka lucu ya denger, khasiat2nya,,
Padahal air mata yang dugong atau duyung keluarin itu bukan nangis, melainkan cairan yang dia keluarin untuk menjaga kelembapan matanya. Bayangin aja yang biasaya matanya lembab sama air laut terus dibawa ke darat kan kasian kering, perubahan suhu yang terjadi itu yang mengakibatkan air dari matanya keluar.

Cerita Dugong Dari Bintan

Saat terjerat Jaring
Sabtu tanggal 15 November 2014 pukul 22.00 seekor anak Dugong berukuran 1,45 meter tersangkut jaring nelayan di Pantai Gorah, Desa Busung, Kecamatan Sri Lobam, Kabupaten Bintan. Pada saat itu nelayan sedang menebar jaring untuk menangkap ikan, aktivitas yang dilakukan nelayan ini tidak jauh berbeda dengan aktivitas yang sering dilakukan setiap harinya, tetapi ada yang berbeda pada malam itu, jaring yang akan ditariknya terasa berat sekali, dia merasa mendapatkan ikan besar atau banyak ikan yang terjerat pada jaringnya, dengan semangat nelayan tersebut terus menarik jaringnya dan dibantu oleh anaknya yang ikut menemaninya. Malam itu kondisi laut cukup tenang dan cukup gelap karena tidak ada penerangan yang dibawanya, ketika jaringya ditarik semakin mendekati kapal, terlihat ada sesosok ikan besar yang berontak-rontak pada jaringnya dan ternyata yang tersangkut pada jaringnya bukanlah ikan, melainkan seekor mamalia laut yaitu Dugong dugon atau Duyung. Pada akhirnya duyung tersebut dinaikkan ke kapal dan dibawa ke rumahanya, setiba dirumahnya, dugong tersebut dimasukan ke kolam jaring dalam keadaan hidup.

Dugong dugon
Dugong (Dugong dugon) merupakan mamalia laut herbivor atau pemakan tumbuhan yang masih dapat ditemukan di daerah laut tropis keberadaan dugong di Indonesia sangat sulit untuk diketahui. Selain keberadaannya yang sudah sulit untuk diketemukan, dugong juga termasuk kategori hewan yang dilindungi dan menurut IUCN (1996), sudah termasuk hewan yang terancam punah. Peristiwa tersangkutnya dugong pada jaring nelayan, bukan merupakan peristiwa yang baru terjadi, dugong cukup sering tersangkut pada jaring nelayan, tetapi peristiwa dugong terkena jaring dan masih hidup ketika telah diselamatkannya, ini yang jarang terjadi. Biasanya dugong-dugong yang terkena jaring nelayan tidak lama bertahan dan mati. Pak Aris, nelayan yang menemukan dugong ini sangat berhati-hati ketika melapaskan jaring yang tersangkut pada tubuhnya dan pada saat membawanya ke kolam jaring.

Pemeriksaan Fisik dan Sampling DNA
Selama dugong tersebut berada kolam jaring, perawatan dan pemberian makananya tetap dilakukan, makanan utama dari dugong ini adalah lamun. Pada hari minggu  16 november 2014 tim dari UPT Konservasi DKP Bintan dan Satker BPSPL Padang melakukan cek kesehatan dan morfologi hewan tersebut. Setelah di cek, terdapat luka pada bagian ekor dugong tersebut, luka tersebut dikarenakan kepakan ekor pada saat disampan, tetapi luka tersebut tidak terlalu parah dan masih bisa dibilang normal untuk luka pada mamalia laut. Pada hari selasa 18 november, salah satu mahasiswa Pascasarjana Ilmu Kelautan IPB yang memang sedang melakukan penelitian Dugong di Bintan dan di bantu dari Satker BPSPL Padang, melakukan pengukuran morfometrik dan pengambilan sampel untuk uji genetika. Dari hasil pengukuran didapatkan bahwa dugong tersebut memiliki panjang 1,45 m dan lingkar tubuh 1,0 m, dugong tersebut berjenis kelamin betina dan termasuk masih anak dan dicurigai dugong tersebut masih menyusu pada induknya. Hal ini dikuatkan oleh cerita pak aris, bahwa pada saat dugong tersebut tersangkut pada jaring, terdapat dugong yang berukuran lebih besar berputar-putar pada sekitar kapal, dugong tersebut dicurigai induknya. Pada saat itu juga dilakukan cek fisik dan aktivitasnya, setelah dilakukan cek, didapatkan kondisi tubuhnya normal semua dan masih melakukan aktivitas yang cukup agresif, oleh karena itu diputuskan hewan tersebut harus secepatnya dikemalikan kealam. Dikarenakan pada hari itu sudah sore dan air sudah semakin surut, waktu yang paling baik utuk melepaskannya yaitu besok pagi.

Pelepasan Dugong
Pada hari rabu 19 november 2014, sekitar pukul 11.00 WIB cuaca cerah sekali dan kondisi perairan sedang masuk pada pasang tertinggi, dengan segera tim dari DKP Bintan, Pejabat Desa dan beberapa masyarakat lagsung membawa dugong tersebut kelokasi dimana dia terjerat jaring untuk dilepaskan kembali kelaut dan dengan tidak menunggu lama lagi, setelah tim sampai dilokasi dugong tersebut dilepaskan dengan keadaan sehat dan melaju dengan cepat.

Minggu, 05 Januari 2014

Cecak terbang?




Cecak terbang atau juga dikenal dengan nama Cekibar kampung ini memiliki nama latin Draco volans. Dalam bahasa Sunda hewan ini dikenal dengan nama hap-hap sedangkan nama Inggrisnya yaitu gliding lizard. Penyebaran hewan ini cukup luas juga mulai dari Thailand, Semenanjung Malaya bagian barat, Kepulauan Filipina utara, Sumatra, Mentawai, Riau, Natuna, Borneo, Jawa, Nusa tenggara, Sulawesi dan Maluku Timur. Cecak ini termasuk sejenis reptil pada suku Agamidae yaitu keluarga Buglon dan Soa-soa (Hydrosaurus spp.), yang uniknya Cecak terbang ini bukan termasuk kerabat dekat Cecak rumahan dan juga tokek (Gekkonidae), hal ini dikarenakan dilihat dari ciri morfologinya lebih dekat kekerabatannya dengan keluarga Bunglon. 

 
Draco volans atau Cecak Terbang
Kadal yang berukuran agak kecil ini memiliki panjang total hingga 200 mm. Patagium (‘sayap’) berupa perpanjangan enam pasang tulang rusuk yang diliputi kulit. Sisi atas patagium dengan warna kuning hingga jingga, berbercak hitam. Sisi bawah abu-abu kekuningan, dengan totol-totol hitam. Cekibar kampung biasa didapati di pekarangan, kebun, hutan sekunder. Kerap kali hewan ini teramati sedang berburu serangga di pepagan hingga ke cabang-cabang pohon. Terkadang cekibar berpindah tempat dengan cara ‘terbang’, yakni meloncat dan melayang dari satu pohon ke lain pohon. Pada musim kawin, kerap dijumpai beberapa ekor jantan berkejaran dengan betinanya di satu pohon yang sama. Menyimpan telur di dalam tanah gembur atau humus di dekat pangkal pohon; betinanya menggali tanah dengan menggunakan moncong.

Kamis, 02 Januari 2014

Si Jalak Kerbau


Kerak kerbau atau Jalak kerbau atau Acridotheres javanicus merupakan burung dari suku Sturnidae, yaitu suku besar dalam dunia lama. Gagah, dengan paruh kuat, tajam, lurus dan tungkai kaki panjang. Kebanyakan suka berkelompok dan mencari makan di tanah dengan cara yang khas dan bergaya. Merupakan burung pemakan buah-buahan dan invertebrata. Ciri khas dari Kerak kerbau ini adalah ukuran tubuhnya yang berukuran sedang + 25 cm, memiliki warna bulu abu-abu tua (hampir hitam), kecuali bercak putih pada bulu primer (terlihat mencolok sewaktu terbang) serta tunggir dan ujung ekor putih. Burung ini memliki jambul yang pendek, yang membedakan dengan kerak jambul yaitu pada lebar warna putih pada ujung ekor, paruh kuning, dan tunggir putih. Kicauan Kerak kerbau ini memiliki kicauan parau dengan nada berkeriut : “ciriktetowi”, berbagai siulan dan nada berderik. “Criuk, criuk” yang khas sewaktu terbang dan kadang-kadang meniru suara burung lain.

Jalak kerbau atau Acridotheres javanicus

Pada penyebarannya burung ini tersebar di Asia timur, Asia tenggara (kecuali Semenanjung Malaysia), Sulawesi, Sumatra (introduksi), Jawa dan Bali. Sedangkan pada penyebaran lokal terdapat di Sumatera, mungkin terbentuk dari burung peralihan yang lari daerah medan, tetapi sekarang tersebar di seluruh Sumatera. Di Jawa dan Bali, jalak yang paling umum di lahan pertanian dan kota, sampai dengan ketinggian 1.500 m. Kebiasaan hidup dari burung kerak ini yaitu, hidup dalam kelompok kecil atau besar dan sebagian besar mencari makan di atas tanah, lapangan rumput dan sawah. Burung ini juga sering hinggap di atas atau di dekat sapi dan kerbau dengan tujuan untuk menangkap srangga yang terhalau atau justu tertarik oleh ternak tersebut.

Jalak kerbau atau Acridotheres javanicus